Manila ( Berita ) ” Filipina terbuka bagi perubahan sebuah undang-undang yang membentuk satu wilayah otonomi Muslim di pulau selatan negara itu, kata para pejabat, Jumat [13/03] , setelah dua hari perundingan dengan satu bekas kelompok gerilyawanseparatis.
Manila juga mendapat janji dari anggota-anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) untuk memberikan bantuan pembangunan kepada daerah-daerah Muslim yang dilanda konflik 40 tahun yang menewaskan 120.000 orang, kata Nabil Tan, deputi penasehat perdamaian pemerintah. Tan mengatakan pemerintah dan Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) akan bekerjasama untuk menyusun satu undang-undang baru.
“Kami sepakat untuk membentuk satu tim hukum untuk menyelaraskan usulan-usulan tentang bagaimana memperbaiki pelaksanaan satu perjanjian perdamaian yang membentuk wilayah otonomi di Mindanao Muslim,” kata Tan.
Pada tahun 1996, pemerintah Filipina dan MNLF menandatangani perjanjian perdamaian , yang diprakarsai OKI dan Indonesia untuk mengakhiri pemberontakan yang menyebabkan dua juta orang terlantar di wilayah selatan itu.
Front Pembebasan Islam Moro (MILF) , juga satu kelompok gerilyawan yang lebih besar , tidak menyetujui perjanjian itu dan terus berjuang bagi tanah air Muslim di Filipina selatan.
Pada tahun 1978, satu kelompok Islam garis keras memisahkan diri dari MNLF yang lebih sekuler. Mereka tidak setuju dengan perjanjian otonomi antara Manila dan MNLF yang ditengahi Libya.
Enam tahun kemudian , MILF secara resmi melakukan pemberontakan di Mindanao , yang mendapat dukungan lebih besar dari warga Muslim yang tidak senang dengan perjanjian politik MNLF dengan pemerintah itu.
Tahun lalu, pemerintah setuju memperluas tanah leluhur bagi Muslim di selatan setelah perundingan dengan MILF, tetapi perundingan dihentikan ketika aksi kekerasan meningkat di enam provinsi selatan.
Tan mengatakan tim hukum gabungan dengan MNLF akan memiliki waktu sampai akhir April untuk mengusulkan amendemen-amendemen.
Ia mengatakan OKi juga ingin sekali memperoleh rancangan undang-undang yang diusulkan itu menjelang pertemuan tingkat menteri di Damaskus akhir Mei dan dapat diajukan sebagai satu dasar untuk meminta negara-negara Islam membantu “perdamaian dan dana pembangunan”.
Sejak tahun 2001, Malaysia telah menengahi perundingan antara Manila dan MILF. Kedua pihak berharap akan dapat memulai kembali perundingan secepat mungkin tetapi tidak banyak kemajuan dicapai. (ant/rtr )

0 comments:

Post a Comment